T. R. Muda D. Bentara
2 min readJan 6, 2025

Shin Tae-yong.

Belakangan, pelan-pelan, masyarakat Indonesia mulai menikmati hasil kerja Shin Tae Yong dalam membenahi skuad Tim Nasional Indonesia. Beberapa kali Indonesia menghasilkan kemenangan yang mengejutkan ketika melawan tim yang lebih perkasa. Peringkat Indonesia naik puluhan angka, yang belum pernah terjadi di bawah kepemimpinan siapapun.

Untuk Sepakbola. Sepertinya ini kali pertama masyarakat menaruh harapan besar ke pelatih dan tim nasional—tentunya di luar kontroversi yang ada, semisal naturalisasi yang berlangsung massif.

Dalam amatan publik, sepakbola Indonesia, terutama di level nasional terdapat dua kubu. Kubu pertama memainkan sepakbola politik, yang dilakukan oleh PSSI. Dan kubu kedua adalah politik pemajuan sepakbola, yang dimainkan oleh Tim Nasional dan pelatihnya.

Hal ini bisa kita lacak dua tahun kebelakang. Ketika terjadinya suksesi di kepemimpinan PSSI dari Iwan Bule ke yang lain. Saat itu, Menteri Pemuda dan Olahraga, yang bertugas memajukan puluhan cabang olahraga dan dunia kepemudaan, rela meninggalkan posisi itu hanya untuk menjadi wakil ketua umum PSSI, yang merupakan salah satu cabang olahraga dari puluhan cabang olahraga yang ia bina.

Bahkan, ia yang masih Menpora, saat itu sebenarnya kalah dalam pemungutan suara untuk jadi wakil ketua. Sang pemenang sesungguhnya mundur, dan kemudian ia akhirnya sah sebagai wakil ketua berdampingan dengan profesional muda olahraga bernama Ratu Tisha.

Itu baru tahapan sepakbola politik di sisi perebutan wakil ketua umum asosiasi. Belum lagi untuk perebutan posisi ketua, yang agenda politiknya jauh lebih besar dan kentara.

Bagi rakyat, politik sepakbola adalah politik penciptaan solidaritas, sportivitas dan kebahagiaan. Tapi bagi politisi, sepakbola adalah instrumen penunjang akses dan suksesi kekuasaan.

Hari ini, sebagian besar publik melalui laman-laman sosial media menampakkan keinginannya: menolak politisasi sepakbola oleh para politisi.

T. R. Muda D. Bentara
T. R. Muda D. Bentara

Written by T. R. Muda D. Bentara

Kita melawan karena hak kita dilanggar.

No responses yet