Beberapa hari ini, utamanya di wilayah Jawa, ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) bentrok dengan ormas yang lebih senior, yaitu Pemuda Pancasila.
Kedua massa ormas ini terlibat saling serang. Para anggota PP sepertinya tidak berkenan dengan kehadiran GRIB, yang belakangan berkembang dengan amat massif di seluruh pelosok Indonesia.
Jika ditarik ke arah politik. Kedua ormas ini memiliki cantolan masing-masing, terutama di Pilpres 2024. Di momen pemilu presiden saat itu, PP dengan percaya diri mendukung Anies Baswedan selaku calon presiden. Untuk Anies, ia tak begitu dekat dengan PP pada awalnya. Tapi besannya adalah adalah salah satu petinggi PP, sehingga kemungkinan karena alasan itulah PP secara rasional merasa lebih layak mendukung Anies.
Tak hanya di Anies, kader PP yang lain, utamanya Arsjad Rasjid selaku wakil ketua MPN, malah menjadi ketua timses pasangan Ganjar-Mahfud yang diusung oleh PDIP.
Sedangkan untuk pasangan Prabowo-Gibran, yang pada dasarnya juga memiliki irisan dengan PP, tak mendapatkan dukungan dari ormas orange itu. Perihal Gubran, dua periode sebelumnya PP konsisten mendukung ayahnya; Jokowi. Sedangkan untuk Prabowo, jika dibawa irisan Cendana, PP adalah ormas yang mendapatkan privilege dari kekuasaan tersebut dulunya.
Lalu hubungannya dengan GRIB?
GRIB adalah ormas yang didirikan oleh Rosario de Marshall, atau lebih dikenal dengan Hercules. Ia dahulu penguasa Tanah Abang, wilayah yang bisnisnya dimiliki oleh Djan Faridz. Dalam beberapa periode pilpres kebelakang, ia adalah salah seorang figur yang paling setia pada Prabowo Subianto, yang merupakan sosok yang amat berjasa bagi hidupnya, sejak di Timor Timur dan kemudian hijrah ke Jakarta.
Di Pilpres 2024. GRIB milik Hercules all in memenangkan Prabowo, dan kemudian Prabowo-Gibran menang. Kemenangan ini tentunya membuat GRIB menjadi ormas yang diperhitungkan dan kemudian dilirik oleh banyak orang, sebab calon yang mereka usung menang.
Konsekuensi inilah yang kemudian menjadikan titik temu antara GRIB dengan PP. Aktivis PP merasa status quo mereka terusik dengan kehadiran GRIB. Dan secara politis keduanya bermuara di momen yang sama. Secara nasional, salah mendukung kandidat membuat PP tidak memiliki akses terhadap kekuasaan teratas di negeri ini. Yang hal itu berkebalikan dengan GRIB.
GRIB, PP, maupun ormas sejenisnya selalu bergantung pada siklus sirkulasi kekuasaan di level pusat.