Kemarin, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menerbitkan surat edaran tentang efisiensi anggaran. Banyak hal yang di efisiensi, salah satunya adalah meniadakan alokasi anggaran untuk alat tulis kantor (ATK).
Hari ini, sehari kemudian, pemerintah merilis data efisiensi keuangan dari seluruh kementerian/lembaga. Ada beberapa yang pagu anggarannya bertahan, dan puluhan lainnya dipangkas, ada yang hingga 50%.
Pemerintah kali ini tampak serius. Pada awal pelantikan, masyarakat dihebohkan dengan banyaknya penambahan kementerian/lembaga, yang dalam prediksi publik saat itu akan menambah beban anggaran yang lebih besar. Menanggapi hal itu, pemerintah kemudian menjelaskan bahwa walaupun ada penambahan kementerian/lembaga, tidak ada penambahan gedung baru. Semua lembaga baru harus mengoptimalkan bangunan yang telah ada.
Di minggu-minggu awal itu, beberapa menteri baru yang baru pertama kali menjabat secara terbuka protes mengenai anggaran yang menurut mereka sedikit. Isu merebak, menjadi bola liar. Para menteri itu seakan tidak tahu bahwa mereka akan dikejutkan dengan dana yang menurut mereka amat kecil. Bahkan beberapa dari mereka meminta penambahan anggaran puluhan kali lipat.
Hari ini, semua prasangka itu hilang. Bertambahnya kementerian/lembaga bukan malah menambah pagu anggaran, tetapi pemerintah memangkas anggaran dengan jumlah yang amat besar. Sepertinya, dalam beberapa dekade terakhir, ini kali pertama pemangkasan anggaran gila-gilaan oleh pemerintah.
Di kasus BKN misalnya, anggaran ATK dipangkas 100%. Lazim diketahui, di semua instansi, dari pusat hingga daerah, anggaran ATK adalah anggaran yang paling mudah untuk direkayasa dan dikorup, sehingga menjadi salah satu pintu pertama korupsi.
Kemudian, pasca efisiensi ini, para birokrat tentu menjadi pihak paling terdampak, dan tentunya mereka akan mencari cara untuk bertahan dan mempertahankan gaya hidupnya yang sebelumnya dibiayai dari inefisiensi anggaran.
Bersamaan dengan Indonesia, Amerika Serikat juga sedang melakukan hal yang sama, melakukan efisiensi besar-besaran, bahkan dengan membuat satu kelembagaan departemen khusus bernama DOGE. Selain efisiensi, mereka juga melakukan penutupan terhadap agensi internasional mereka yang amat terkenal, yaitu USAID, yang mengelola dana bantuan luar negeri sebesar lebih dari 40 miliar dolar tiap tahun.
Sebelumnya, ada negara yang sukses dalam hal ini, dalam melakukan efisiensi. Negara itu adalah Argentina. Pemerintahan baru mereka dalam waktu tidak sampai dua tahun mampu membuat neraca anggaran negara yang defisit menjadi surplus, dengan pemangkasan anggaran yang tidak relevan dan masuk akal.
Pertanyaannya, apakah Indonesia dan Amerika Serikat akan mengikuti jejak kesuksesan efisiensi yang telah dibuktikan oleh Argentina? Atau tetap stagnan?