Ada hal menarik dari kecenderungan masyarakat kita beberapa bulan belakangan ini ketika berbicara tentang kemanusiaan. Ketika berbicara tentang perang antara Palestina dan Israel, semua orang satu suara, baik masyarakat dan negara. Semuanya bulat mendukung Palestina yang jauh di sana.
Bahkan aksi dukungan tersebut dilakukan bersamaan dengan “operasi” serangan terhadap aku-akun pro Israel oleh ratusan ribu netizen Indonesia.
Tetapi, di saat bersamaan, ketika dihadapkan pada kasus Rohingya, masyarakat dan negara sepertinya punya pandangan lain, yaitu memiliki kecenderungan untuk menolak.
Uniknya, seperti di kasus advokasi terhadap Palestina. Di kasus sentimen negatif terhadap muslim Rohingnya, sentimen itu juga dibarengi dengan “operasi” untuk menarasikan muslim Rohingnya secara negatif. Puluhan ribu akun memposting kebencian kepada rakyat yang terusir dari negaranya ini.
Ambiguitas humanisme ini amat menarik. Sebab entitas ini sama sama tertindas. Warga Palestina khususnya di Gaza ditindas oleh Yahudi Israel, dan muslim Rohingnya ditindas oleh Junta militer Myanmar yang beragama Buddha.
Tetapi, bagaimana bisa, di saat bersamaan, kita memiliki standar ganda terhadap kemanusiaan? Bahkan ketika saudara-saudara muslim Rohingya ini sudah berada di tanah kita?
Bagaimana bisa kita, secara bersamaan bisa amat benci terhadap Yahudi Israel, tapi di saat bersamaan juga mengadopsi akal-akal Israel itu ketika menindas saudara muslim Rohingya?